Kebahagiaan bukan dirajut di atas derita yang miskin
Bukan pula di atas deraian air mata mereka yang kau pimpin
Kebahagiaan sejati datangnya dari hati, bagai seberkas cahaya lilin
Yang rela berkorban demi menerangi mereka yang lain
Enam puluh lima tahun sudah bangsa Indonesia merdeka, terlepas dari belenggu kejam para penjajah asing. Tentu ini merupakan sebuah perjalanan panjang dan bersejarah, belajar untuk bangkit dari keterpurukan guna membangun masa depan Indonesia yang gemilang setelah tiga setengah abad lebih tertindas kolonialisme yang keji. Semarak perayaan tahunan hari jadi bangsa Indonesia yang diperingati setiap 17 Agustus ini tetaplah menjadi sebuah hari keramat dan bersejarah bagi rakyat yang sedang didera kemelut hidup yang kian sulit.
Momentum perayaan kemerdekaan bangsa tahun ini hendaknya tidak menjadi formalitas belaka namun harus menjadi sebuah refleksi besar, sejenak bercermin kembali mengenang semangat juang dan pengorbanan para kusuma bangsa yang berani gugur demi Merah Putih sekaligus menanamkan kembali spirit nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945 yang juga menjadi warisan dan tanggung jawab bersama dalam nubari setiap insan yang kini mulai tergeser arus zaman.
Memang benar bangsa Indonesia telah merdeka, namun kemerdekaan yang diraih dan dinikmati sekarang bukanlah kemerdekaan yang utuh melainkan sebuah kemerdekaan semu, tidak pernah bisa dinikmati sepenuhnya oleh rakyat jelata. Rakyat hanya hidup dalam bayangan fatamorgana kemerdekaan 1945 itu tanpa pernah merasakan hakikat dari kemerdekaan itu sendiri ; bebas tanpa harus ditindas dan dikekang.
Zaman kolonialisme Belanda dan Jepang telah berlalu bersama waktu, namun kenangan akan keserakahan dan kebengisan mereka akan tetap dikenang sebagai bagian dari masa lalu yang kelam. Memang begitu memprihatinkan namun lebih memprihatinkan lagi, di tengah keadaan bangsa yang masih labil dan carut-marut, kini kembali lahir kolonialisme modern, tercipta dari kreatifitas kepicikan, perpaduan ego sesaat dan kelicikan anak-anak bangsa sendiri. Bila pada kolonialisme kuno, penjajahan terjadi antarbangsa, artinya bangsa yang satu menjajah bangsa yang lain guna memperluas wilayah kekuasaan dan mengeruk kekayaan daerah jajahan. Berbeda dengan itu, pada kolonialisme modern penjajahan justru dilakukan sesama anak bangsa sendiri, menikmati kelimpahan kekayaan dan kemewahan fasilitas di atas linangan air mata rakyat kecil yang tidur kelaparan tanpa harapan.
Di sini hukum rimba berlaku ; yang kuat yang menang. Bila sudah demikian, rakyat kecil yang akan terus jadi korban, ditindas secara keji oleh mereka yang berkuasa. Kasus korupsi yang kian merajalela, jual-beli perkara, mafia hukum, mafia pajak, skenario besar dalam mengkambinghitamkan pihak-pihak tertentu, permainan tebang pilih dalam menangani berbagai kasus pelanggaran hukum, persekongkolan tingkat tinggi hingga penyiksaan terhadap para aktivis menjadi bukti betapa kolonialisme modern telah merongrong eksistensi bangsa ini menuju suatu kebobrokan dan kehancuran pada masa depan.
Selain itu kian merosotnya mutu pendidikan di tanah air, masalah tabung gas yang meledak, pelemahan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi adalah beberapa contoh dari begitu banyak masalah yang tidak mampu ditangani secara serius oleh pihak-pihak yang terkait dan bertanggungjawab secara penuh. Kolonialisme modern sebagai motif penyalahgunaan kekuasaan telah menjadi tren baru yang populer sekaligus menjadi bom waktu yang siap meledak dan mengancam eksistensi masa depan Indonesia. Kepada siapa rakyat bernaung untuk berharap?
Tak ada lagi putra bangsa yang berani dan tulus bekerja demi rakyat. Mayoritas dari para penguasa negeri ini cenderung bekerja bagi pribadi dan kepentingan golongan tertentu tanpa harus peduli pada derita rakyat jelata. Hukum sebagai payung keadilan tak lagi bisa diandalkan, karena hukum dan keadilan pun dapat dibeli dengan uang. Akibat keserakahan kolonialisme modern, banyak anak yang harus putus sekolah karena keterbatasan biaya dan kesempatan, padahal mereka adalah aset masa depan Indonesia yang tak ternilai harganya.
Akibat kolonialisme modern pula, jutaan rakyat Indonesia kini masih hidup di bawah garis kemiskinan, pengangguran yang terus bertambah, hingga tidak heran bila kemudian banyak aksi separatisme bermunculan di berbagai daerah sebagai bentuk ketidakpusaan karena merasa diterlantarkan para pemimpinnya. Kolonialisme modern juga telah menghancurkan rumusan dan nilai-nilai luhur yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan".
Secara historis Indonesia memang telah merdeka dari jajahan asing namun ironisnya kini penjajahan kembali ada di ranah ibu pertiwi, bukan oleh penjajah asing namun oleh anak bangsa sendiri yang nota bene menjadi harapan, tumpuan sekaligus kepercayaan rakyat. Ibarat pepatah kuno Latin ; Homo homini lupus, manusia menjadi serigala bagi sesamanya.
Mungkin inilah gambaran yang tepat, saat keserakahan akan harta dan kuasa telah membutakan mata dan hati sebagian besar elite negeri ini, hingga demi tercapai tujuan pribadi dan golongan, rakyat kecil yang menjadi tumbal. Berbagai kritikan, sorotan tajam, protes bahkan tidak sedikit aksi demonstrasi entah secara damai maupun yang berujung aksi anarkis seperti menjadi angin lalu bagi para elite yang berkuasa, tak lagi bisa peka mendengar dan merasakan derita rakyat lantaran nurani kemanusiaan mereka telah tertutup keserakahan sesaat yang sesat.
Membangun Harapan
Suasana seusai upacara HUT RI di kecamatan Insana, TTU, NTT |
Kehilangan harapan bukan berarti harus kehilangan semangat juang untuk kembali bangkit dan berusaha lagi. Semangat perayaan kemerdekaan tahun ini dapat menjadi kekuatan baru dalam membenahi segala ketidakberesan dalam negeri ini, mulai dari masyarakat bawah hingga para elite politik yang kini mulai saling lempar tanggung jawab dan kesalahan. Indonesia akan benar-benar maju bila tren kolonialisme modern benar-benar bisa dihilangkan dari negeri ini. Sudah saatnya Indonesia berbenah diri, memerangi KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) yang adalah musuh bersama bangsa Indonesia dan dunia. Pemimpin dan rakyat perlu saling merangkul dalam menyukseskan pembangunan dan pemberantasan korupsi. Selain itu peran serta masyarakat, agama dan media massa dalam memantau dan mengawasi kinerja pemerintahan dapat menjadi masukan berharga dalam peningkatan kualitas kinerja pemerintah ke depannya.
Mengutip apa yang pernah dikatakan oleh John F.Kennedy ; "Masalah-masalah kita adalah buatan manusia, maka dari itu, dapat diatasi oleh manusia. Tidak ada masalah dalam takdir manusia yang tidak terjangkau oleh manusia", ini sebenarnya ingin menunjukkan bahwa semua problematika hidup saat ini yang lahir dari sifat serakah manusia yang alamiah hanya dapat diatasi oleh manusia itu sendiri bila memiliki tekad dan semangat untuk berubah menjadi lebih baik. Manusia yang memulai maka manusia pula yang harus mengakhirinya. Dengan semangat kemerdekaan kita maknai hari kemarin sebagai pelajaran berharga agar esok tak lagi terulang kesalahan hari ini. Maju terus Indonesiaku untuk gapai kemerdekaan yang seutuhnya.
* * *
Jogja, 9 Agustus 2010Untuk Indonesia yang lebih baik...
0 Response to "Kemerdekaan Indonesia dan Kolonialisme Modern"
Posting Komentar