Menghapus Isu SARA Dalam Pilgub NTT 2013

Artikel berikut ini sekedar opini penulis saja terkait dengan semakin maraknya isu SARA di dalam Pilgub (pemilihan gubernur) provinsi NTT.

Menghapus Isu SARA Dalam Pilgub NTT 2013

      Proses pemilihan gubernur (Pilgub) Provinsi Nusa Tenggara Timur kini memasuki putaran kedua setelah pada putara pertama masing-masing balon pasangan tidak mampu meraih suara hingga 30 persen suara sah dari total 2.286.461. Hasil pleno rekapitulasi Pilgub NTT yang dilakukan KPUD NTT memutuskan dua pasangan peraih suara terbanyak yakni Frans Lebu Raya-Beny Litelnony dengan 681.273 suara (29,80 persen) dan Esthon Foenay-Paul Tallo dengan 515. 836 (22,56 persen) untuk melaju ke putaran kedua Pilgub NTT (Tempo Online, 28 Maret 2013). Keputusan KPUD NTT ini menjadi babak baru pula bagi pertarungan kedua kubu calon gubernur NTT untuk memberikan yang terbaik dalam pemilihan mendatang.

       Menjadi hal yang menarik untuk dikaji bahwa kedua calon pasangan  gubernur NTT yaitu Frans Lebu Raya dan Esthon Foenay adalah dua partner yang hingga saat ini masih bersama-sama menjalankan roda pemerintahan NTT sampai akhir masa bakti pada tahun 2013 ini. Selama masa bakti sejak tahun 2008 hingga kini, telah banyak pencapaian yang sudah dibuat kedua pemimpin ini. Kini, pada Pilgub NTT, mereka (Frans Lebu Raya dan Esthon Foenay) kembali terpanggil untuk melanjutkan tugas mulia yang berat ini, guna membangun masa depan NTT yang lebih baik. Tentu niat mulia ini perlu diapresiasi, mendapatkan dukungan dan doa dari seluruh masyarakat NTT. Namun spirit perubahan tersebut menjadi ternoda pasca isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) yang dikobarkan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

Ketika Isu SARA "Bermain"
    
    Isu SARA bukan barang baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini. Bisa dikatakan bahwa isu SARA telah menjadi warna pembeda kisah panjang sejarah perjalanan umat manusia. Maka tidak mengherankan bila dalam beberapa kesempatan, hadir oknum-oknum tidak bertanggung jawab dalam memainkan isu SARA. Para pelaku tentu tahu betul bahwa isu yang satu ini adalah yang paling sensitif dan mampu mempengaruhi pikiran masyarakat menjadi primordialistik. Berada dalam masyarakat yang plural, isu SARA dapat menjadi api penyulut perpecahan. Menyadari hal tersebut, sejak awal kemerdekaan, para founding fathers kita telah menanamkan semangat Bhineka Tunggal Ika yang menjadi kontra isu SARA. Semangat ini yang sudah semestinya perlu terus dilestarikan sehingga persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga harmonis.
Pilkada NTT
Pemilukada NTT 2013 - pic by taskubagus

      Hal serupa kini telah terjadi pula di tengah-tengah masyarakat NTT. Jauh-jauh hari sebelum Pilgub NTT, isu yang sama juga pernah menjadi perdebatan hangat selama Pilgub DKI Jakarta menjelang tutup tahun 2012 lalu. Kembali ke akar masalah isu SARA di NTT, entah siapa yang memulai, namun kini masyarakat sedang berada dalam perahu dilema, dihipnotis idealisme sempit yang berakar pada sikap primordialisme. Isu Flores (Frans Lebu Raya) versus Timor (Esthon Foenay) dan Katolik (Frans Lebu Raya)  versusKristen Prostestan (Esthon Foenay) menjadi api SARA yang sedang dimainkan oknum-oknum yang memang dengan sengaja menciptakan ketidakstabilan dalam masyarakat NTT.  Bermain-main dengan isu suku dan agama dalam iklim berdemokrasi seperti saat ini hanya akan menjadi bumerang bagi masyarakat. Pada akhirnya juga masyarakat yang akan menerima dampak buruk dari situasi yang tidak sehat seperti ini. 

      Mengutip apa yang pernah dikatakan Ketua Koordinasi Nasional Gerakan Peduli Pluralisme Damien Dematra pasca berhembusnya isu SARA dalam Pilgub DKI Jakarta beberapa waktu yang lalu, beliau menegaskan bahwa isu SARA memang menjadi komoditas yang murah, sensitif, dan mudah disebarkan dalam sebuah masyarakat plural. Namun, kampanye hitam dengan menebarkan hal-hal yang berbau SARA menunjukkan hilangnya kreativitas dalam berpolitik (Kompas Online, 1 Agustus 2012). 

       Munculnya isu SARA dalam Pilgub NTT saat ini jelas dapat memecah belah konsentrasi pemilih sah dan lebih buruknya lagi dapat menyulut bahkan memecah belah persatuan dan kerukunan masyarakat NTT yang sejatinya merupakan masyarakat yang pluralis. Masyarakat akan terjebak dalam permainan idealisme primordialistik tanpa secara rasional dan bijak melihat visi dan misi yang dibawa masing-masing calon pasangan dalam Pilgub. Akan menjadi sangat berbahaya bila situasi ini terus dipelihara apalagi dibenarkan oleh para tokoh masyarakat dan agama. Situasi demikian akan semakin memperkeruh iklim berdemokrasi di NTT dan menciptakan masyarakat NTT yang primordial, sensitif, saling curiga, saling tuding dan tidak kreatif. Untuk itu, para tokoh masyarakat dan agama perlu bersikap bijak dan tidak memperkeruh suasana dengan memelihara isu SARA ini. Peran para tokoh agama dan masyarakat sangat dibutuhkan dalam situasi seperti saat ini. Bila perlu, tokoh masyarakat, agama dan juga lembaga pendidikan harus menjadi media sosialisasi politik yang sehat bagi masyarakat awam dalam memberikan pendidikan politik dan sikap kontra terkait isu SARA. 

Masyarakat Perlu Bijak

      Semakin maraknya isu SARA menjelang bergulirnya Pilgub NTT putaran kedua tentu menjadi beban bagi masyarakat NTT. Bagaimana tidak? Masyarakat tidak lagi dengan bebas menentukan dan memilih calon pemimpin tetapi lebih diarahkan dan berada dalam tekanan sikap primordialistik dalam dirinya. Semakin berkobarnya isu SARA dalam kehidupan masyarakat NTT akan semakin memperburuk suasana kehidupan dan kerukunan yang telah lama terbina. Bahayanya lagi, bila isu SARA terus dipelihara dan menjadi sebuah "kepercayaan" yang mudah saja diterima, maka itu akan lebih mudah menciptakan rasa sentimen, saling curiga, iri dan bahkan sikap permusuhan yang dapat mengancam dan mengikis rasa persaudaraan yang telah lama tumbuh dalam kehidupan masyarat NTT. 

      Tidak hanya itu saja. Masyarakat NTT perlu terus diingatkan bahwa isu SARA bukanlah bagian dari kebudayaan dan kebiasaan masyarakat. Isu SARA memang sengaja diciptakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, yang ingin melihat perpecahan atas nama suku dan agama di NTT. Hal demikian yang harus sedini mungkin bisa kita padamkan, harus bisa dihapus dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Isu SARA ini seharusnya menjadi alarm dini bagi masyarakat NTT untuk segera merapatkan barisan, saling merangkul tangan tanpa membeda-bedakan suku, agama maupun golongan.  

Membunuh SARA
    Disadari atau tidak, isu SARA adalah ancaman bagi masa depan suatu kerukunan dan persaudaraan yang dibangun diatas asas pluralisme. Bila terus dibiarkan, isu SARA dapat menjadi perusak fondasi-fondasi persatuan dan kesatuan bersama. Isu SARA yang kini melanda masyarakat NTT dalam Pilgub 2013 ini tentu menjadi ancaman yang serius bagi persatuan dan kesatuan masyarakat NTT yang memang pluralis. Masalah ini dapat menjadi lingkaran setan bagi masyarakat NTT sendiri. Bila isu SARA terus hidup dalam pikiran masyarakat, bukan tidak mungkin ke depannya akan melahirkan sikap diskriminatif terhadap suku atau agama tertentu, apalagi itu dilandasi sikap "balas dendam" politik. Bila hal tersebut yang terjadi, lingkaran setan isu SARA akan semakin tumbuh dalam kehidupan bermsayarakat di NTT dan itu akan semakin sulit untuk dihentikan. Selain itu, jika isu SARA terus dibiarkan, tidak mungkin angka golput dalam Pilgub NTT juga akan semakin meningkat karena masyarakat merasa dilema atau memilih untuk tidak disetir dalam permainan politik praktis yang membawa isu SARA tersebut.

     Bertolak dari hal tersebut, maka sudah saatnya masyarakat NTT membangun sikap kritis dan bijak. Masyarakat juga perlu menghilangkan budaya SARA dalam kehidupan bermasyarakat. Isu SARA harus bisa dibunuh, bukan saja dalam situasi Pilgub saat ini, tetapi untuk seterusnya, dalam keseharian kehidupan masyarakat NTT. Tidak penting dari suku apa ataupun agama apa pemimpin NTT mendatang, yang terpenting masyarakat mampu mengawasi jalannya roda pemerintahan yang telah dipercayakan oleh seluruh masyarakat NTT. Masyarakat NTT juga perlu percaya bahwa kedua calon pasangan Pilgub NTT ini adalah pemimpin-pemimpin hebat dan arif yang siap membawa banyak perubahan positif bagi NTT. Masing-masing dari mereka sudah siap memberikan yang terbaik bagi NTT sesuai visi dan misi yang mereka emban. Sudah saatnya NTT bersatu untuk NTT yang lebih baik.


                                                             * * * * * * * *



             

0 Response to "Menghapus Isu SARA Dalam Pilgub NTT 2013"

Posting Komentar